BAB IV
D’top model is vani
Vani seorang siswi SMA dengan tinggi 168 cm, mempunyai tubuh proprosional, ketururnan padang, hidung mancung, rambut berombak. Bagi cantika dan elfa, vani adalah cewe yang sempurna, meskipun otaknya tak seencer pak Habibie, tapi paling tidak nilai ulangan vani paling rendah tak kurang dari 5.
Elfa, dengan otak jailnya ia mengirim foto vani ke redaksi majalah sekolah untuk pemilihan top fotogenik tahun 2009.
Cantika, juga mengirim fotonya ke redaksi. Meskipun ia paling cantik di antara vani dan elfa, tapi ia tidak fotogenik. Meskipun kadang-kadang ia fotogenik juga.
“tapi dari sepuluh ribu foto, hanya 1 yang terlihat fotogenik” kata salah satu teman sekelas mereka, yang melihat album foto cantika.
***
“buset!!! Kok ada nama gue?” teriak vani ketika melihat namanya di urtan pertama di mading sekolahnya.
“bukannya lu seneng, bisa jadi finalis” celetuk cantika dengan nada super sinis, yang mungkin sedari tadi sudah berada di depan madding
Vani hanya mengerutkan dahinya skeptic. Ia tidak mau rebut di tengah orang-orang banyak. Seketika ia keluar dari desakan orang yang juga ingin melihat hasil pengumuman. Tangannya menggenggam cantika ikut keluar dari kerumunan.
“eh tik, demi tuhan ya, gue gak pernah ngirim foto gue ke redaksi!”
“lu fikir gue percaya? Siapa lagi kalo bukan lu? Lu tuh nusuk dari belakang tau gak!”
“ya lu mesti percaya dong sama gue!”
“kalo emang mau saingan, yang sportif van! Mestinya lu ngomong dari awal”
“tapi tik,, gue bener-bener gak pernah ngirim apa-apa ke redaksi”
“I don’t believe you!”
Cantika pergi meninggalkan vani dengan rasa kesal yang mendalam. Ia sungguh tidak menerima kenyataan ini, kenyataan bahwa dirinya bisa kalah dari vani. Setidaknya nama cantika dapat berada dalam jajaran para finalis bersama dengan vani, begitu fikirnya.
Tapi ia harus menelan mentah-mentah bahwa dirinya sama sekali tidak ada dalam jajaran para finalis.
“cantikkan juga gue dari pada vani!” umpatnya kesal menendang kaleng didepannya asal
Elfa dengan senang hati merangkul pundak cantika dan menyatakan kegembiraannya karena vani masuk dalam finalis.
“wieh… tik! Si vani masuk finalis fotogenik loh!”
“iya gue udah tau” jawab cantika sekenanya
“kenapa? Lu pasti sedih ya, gak masuk finalis fotogenik?”
“gak biasa aja”
“oh, eh tau gak tik?” elfa menarik nafas “yang daftarin si vani ke redaksi kan gue”
Cantika berdiri, sementara elfa tidak menyadarinya “gue udah yakin tuh si vani bakalan masuk final” lanjut elfa
“shit !! jahat banget sih lu el?” cantika berkaca pinggang
Sementara elfa baru menyadari kesalahannya, dan hanya melihat cantika dengan tatapan penuh sesal. Menutup mulutnya, seakan memberi tanda perkataannya barusan tidak seharusnya ia katakan.
Vani, merenungkan apa yang akan terjadi nanti. Sebenarnya ia senang dapat masuk ke dalam salah satu finalis, bahkan sebelum cantika mengebu-gebu ingin mengikuti lomba fotogenik sekolah, vani sudah berandai-andai ingin mengikutinya. Tapi ia tahu benar bagaimana sifat cantika yang selalu tidak ingin kalah dari siapapun, hal itu menyebabkan vani tak ingin meluruskan niatnya itu.
Sekarang, vani terus memutar otaknya yang tak lebih hanya seorang yang mempunyai IQ tak lebih dari 112, untuk memilih lomba fotogenik atau sahabatnya cantika.
“tik, gue sayang sama semua sahabat gue. Ya elu, ya vani, semuanya sama”
“gak. lu bukan sahabat gue!lu nusuk dari belakang el!”
“gue gak pernah nusuk lu dari belakang, Cuma lu nya gak peka tik. Kalo gue jahat, gue bisa bilang ke kak putra, kalo lu jadian sama dia Cuma karena materi” elfa menarik nafas panjang “gue mau membuka kesempatan baik buat vani tik, temen gue, temen lu juga”
“kenapa gak gue yang masuk finalis, kenapa vani?” sergah cantika
“tuh kan tik, lo tuh terlalu egois”
“….” Hening
“sekarang lu bilang sama gue, apa masalahnya kalo vani bisa masuk finalis?”
“gue….”
“apa tik?”
“gue gak biasa kalah el”cantika menarik nafas panjang “lu tau, gue gak pernah gagal ngedapetin apapun yang gue mau, bahkan cowo yang bagi cewe-cewe lainnya hanya bisa untuk memuji. Tapi buat gue, itu masalah kecil untuk mendapatkan perhatiannya, bahkan menjadi pacarnya”
“jadi lu gak rela?”
Cantika henya menjawab dengan angggukan
Elfa berfikir sejenak, “hmm… tik, belajar menerima kenyataan gak ada salahnya kok. Semuanya jalan untuk menuju kedewasaan lu. No one perfect, cantika. Biarpun vani gak gue daftarin ke redaksi, kalo lu gak masuk final, ya gak masuk aja tik”
“iya, gue ngerti el. Tapi susah untuk di terima di pikiran gue”
“what’s going on? Mustinya lu seneng dong. Temen kita bisa masuk final. Terus kalo dia jadi pemenangnya kita juga kan bisa ikut tenar. Hahaha”
“hahaha.. bener tuh! Kayanya gue fikir-fikir gue terlalu egois, sampe temen gue mau maju aja, gue gak rela. Gak adil banget kan?”
Elfa mengangguk-angguk
“okeh gue mau make over vani biar jadi pemenangnya”
Elfa kembali mengangguk-angguk, dan tiba-tiba saja vani datang dengan wajah muramnya.
“gue udah ngambil keputusan”
“…” elfa dan cantika hanya diam dan menyimpan semburat yang aneh
“gue mundur”
Dan “HAHAHAHA” elfa dan cantika tertawa dengan keras sehingga membuat perhatian seisi kelas tertuju kepada mereka.
“apaan sih? Ada yang lucu? Gue serius!!”
“muka lu tuh jelek banget tau gak?” ejek cantika
“iyaah.. gue emang jelek dibanding lu! Siapa sih gue? Cewe yang punya muka pas-pasan, gak kaya, sederhana. Gak kaya lu tik, punya segalanya. Cantik, kaya, elegant, terus..”
“stop!” cantika menghela nafasnya “vani, lu tuh cantik, tinggi, baik, asik. Gue nyadar kok no one perfect in the world. termasuk gue. Makanya gue nyadar, kelebihan lu tuh menjadi potensial buat lu, gue, juga elfa”
“iya van, siapa yang bilang lu gak cantik? Katarak kali tuh matanya” timpal elfa
“maksud kalian berdua apa?”
“kita bakalan bantuin lu biar jadi the winner van-van” cantika mencubit pipi vani gemas
“tapi, gue udah ke panitia buat ngundurin diri” ucap vani lugu
“WHAT??!!” ucap elfa dan cantika berbarengan
D’top model is vani
Vani seorang siswi SMA dengan tinggi 168 cm, mempunyai tubuh proprosional, ketururnan padang, hidung mancung, rambut berombak. Bagi cantika dan elfa, vani adalah cewe yang sempurna, meskipun otaknya tak seencer pak Habibie, tapi paling tidak nilai ulangan vani paling rendah tak kurang dari 5.
Elfa, dengan otak jailnya ia mengirim foto vani ke redaksi majalah sekolah untuk pemilihan top fotogenik tahun 2009.
Cantika, juga mengirim fotonya ke redaksi. Meskipun ia paling cantik di antara vani dan elfa, tapi ia tidak fotogenik. Meskipun kadang-kadang ia fotogenik juga.
“tapi dari sepuluh ribu foto, hanya 1 yang terlihat fotogenik” kata salah satu teman sekelas mereka, yang melihat album foto cantika.
***
“buset!!! Kok ada nama gue?” teriak vani ketika melihat namanya di urtan pertama di mading sekolahnya.
“bukannya lu seneng, bisa jadi finalis” celetuk cantika dengan nada super sinis, yang mungkin sedari tadi sudah berada di depan madding
Vani hanya mengerutkan dahinya skeptic. Ia tidak mau rebut di tengah orang-orang banyak. Seketika ia keluar dari desakan orang yang juga ingin melihat hasil pengumuman. Tangannya menggenggam cantika ikut keluar dari kerumunan.
“eh tik, demi tuhan ya, gue gak pernah ngirim foto gue ke redaksi!”
“lu fikir gue percaya? Siapa lagi kalo bukan lu? Lu tuh nusuk dari belakang tau gak!”
“ya lu mesti percaya dong sama gue!”
“kalo emang mau saingan, yang sportif van! Mestinya lu ngomong dari awal”
“tapi tik,, gue bener-bener gak pernah ngirim apa-apa ke redaksi”
“I don’t believe you!”
Cantika pergi meninggalkan vani dengan rasa kesal yang mendalam. Ia sungguh tidak menerima kenyataan ini, kenyataan bahwa dirinya bisa kalah dari vani. Setidaknya nama cantika dapat berada dalam jajaran para finalis bersama dengan vani, begitu fikirnya.
Tapi ia harus menelan mentah-mentah bahwa dirinya sama sekali tidak ada dalam jajaran para finalis.
“cantikkan juga gue dari pada vani!” umpatnya kesal menendang kaleng didepannya asal
Elfa dengan senang hati merangkul pundak cantika dan menyatakan kegembiraannya karena vani masuk dalam finalis.
“wieh… tik! Si vani masuk finalis fotogenik loh!”
“iya gue udah tau” jawab cantika sekenanya
“kenapa? Lu pasti sedih ya, gak masuk finalis fotogenik?”
“gak biasa aja”
“oh, eh tau gak tik?” elfa menarik nafas “yang daftarin si vani ke redaksi kan gue”
Cantika berdiri, sementara elfa tidak menyadarinya “gue udah yakin tuh si vani bakalan masuk final” lanjut elfa
“shit !! jahat banget sih lu el?” cantika berkaca pinggang
Sementara elfa baru menyadari kesalahannya, dan hanya melihat cantika dengan tatapan penuh sesal. Menutup mulutnya, seakan memberi tanda perkataannya barusan tidak seharusnya ia katakan.
Vani, merenungkan apa yang akan terjadi nanti. Sebenarnya ia senang dapat masuk ke dalam salah satu finalis, bahkan sebelum cantika mengebu-gebu ingin mengikuti lomba fotogenik sekolah, vani sudah berandai-andai ingin mengikutinya. Tapi ia tahu benar bagaimana sifat cantika yang selalu tidak ingin kalah dari siapapun, hal itu menyebabkan vani tak ingin meluruskan niatnya itu.
Sekarang, vani terus memutar otaknya yang tak lebih hanya seorang yang mempunyai IQ tak lebih dari 112, untuk memilih lomba fotogenik atau sahabatnya cantika.
“tik, gue sayang sama semua sahabat gue. Ya elu, ya vani, semuanya sama”
“gak. lu bukan sahabat gue!lu nusuk dari belakang el!”
“gue gak pernah nusuk lu dari belakang, Cuma lu nya gak peka tik. Kalo gue jahat, gue bisa bilang ke kak putra, kalo lu jadian sama dia Cuma karena materi” elfa menarik nafas panjang “gue mau membuka kesempatan baik buat vani tik, temen gue, temen lu juga”
“kenapa gak gue yang masuk finalis, kenapa vani?” sergah cantika
“tuh kan tik, lo tuh terlalu egois”
“….” Hening
“sekarang lu bilang sama gue, apa masalahnya kalo vani bisa masuk finalis?”
“gue….”
“apa tik?”
“gue gak biasa kalah el”cantika menarik nafas panjang “lu tau, gue gak pernah gagal ngedapetin apapun yang gue mau, bahkan cowo yang bagi cewe-cewe lainnya hanya bisa untuk memuji. Tapi buat gue, itu masalah kecil untuk mendapatkan perhatiannya, bahkan menjadi pacarnya”
“jadi lu gak rela?”
Cantika henya menjawab dengan angggukan
Elfa berfikir sejenak, “hmm… tik, belajar menerima kenyataan gak ada salahnya kok. Semuanya jalan untuk menuju kedewasaan lu. No one perfect, cantika. Biarpun vani gak gue daftarin ke redaksi, kalo lu gak masuk final, ya gak masuk aja tik”
“iya, gue ngerti el. Tapi susah untuk di terima di pikiran gue”
“what’s going on? Mustinya lu seneng dong. Temen kita bisa masuk final. Terus kalo dia jadi pemenangnya kita juga kan bisa ikut tenar. Hahaha”
“hahaha.. bener tuh! Kayanya gue fikir-fikir gue terlalu egois, sampe temen gue mau maju aja, gue gak rela. Gak adil banget kan?”
Elfa mengangguk-angguk
“okeh gue mau make over vani biar jadi pemenangnya”
Elfa kembali mengangguk-angguk, dan tiba-tiba saja vani datang dengan wajah muramnya.
“gue udah ngambil keputusan”
“…” elfa dan cantika hanya diam dan menyimpan semburat yang aneh
“gue mundur”
Dan “HAHAHAHA” elfa dan cantika tertawa dengan keras sehingga membuat perhatian seisi kelas tertuju kepada mereka.
“apaan sih? Ada yang lucu? Gue serius!!”
“muka lu tuh jelek banget tau gak?” ejek cantika
“iyaah.. gue emang jelek dibanding lu! Siapa sih gue? Cewe yang punya muka pas-pasan, gak kaya, sederhana. Gak kaya lu tik, punya segalanya. Cantik, kaya, elegant, terus..”
“stop!” cantika menghela nafasnya “vani, lu tuh cantik, tinggi, baik, asik. Gue nyadar kok no one perfect in the world. termasuk gue. Makanya gue nyadar, kelebihan lu tuh menjadi potensial buat lu, gue, juga elfa”
“iya van, siapa yang bilang lu gak cantik? Katarak kali tuh matanya” timpal elfa
“maksud kalian berdua apa?”
“kita bakalan bantuin lu biar jadi the winner van-van” cantika mencubit pipi vani gemas
“tapi, gue udah ke panitia buat ngundurin diri” ucap vani lugu
“WHAT??!!” ucap elfa dan cantika berbarengan
Komentar
Posting Komentar